Rabu, 31 Maret 2010

Edisi 29

Sigit Rais
(Bandung)

Episode Kelahiran
untuk perempuan hebat yang melahirkan aku dan saudara-saudaraku

1983-kelahiran senyum ranum-
tangan-tangan takdirlah yang memisahkan Nakula dan Sadewa. O, garis nasib dipucuk mimpi, perpisahan mereka terlalu dini.
“bunda, aku pergi. Jangan galau masih ada saudaraku tertanam di istana rahimmu”
o, ada senyum ranum di gumpal darah merah. Tetesan beku itu berkata-kata tentang pisah yang akan berbalas pertemuan. Suatu saat nanti

1984-kelahiran di pematang hari-
langit dipayungi sayap bidadari.
di situ ada rintih sakit seorang perempuan yang
telah menyempurnakan keperempuannya
kedatangannya adalah gempita cinta di
mata bunda. Timang sayang, o, lelaki suci di pematang pagi
berselimut ribu-ribu mimpi, bertahta cahaya di altar sarat do’a
timang sayang, o, lelaki suci di pematang pagi
lihatlah, di situ ada jalan setapak. Jalan sunyi yang diarungi sendiri
o, lelaki suci di pematang pagi
“jangan pergi sendiri!”
o, lelaki suci di pematang pagi, pergi sendiri bersama empat matahari
kematian terlalu dini, lelaki berwujud mimpi!
malam datang bersama malap cahaya bulan mati
perempuan itu kini ditikam sunyi
“anakku telah pergi.”

1984-kelahiran pengemban imajinasi-
adakah senja jadi saksi pasti atas kedatanganku di riuh hari?
ingatlah!
di situ ada rintih sakit seorang perempuan yang
telah menyempurnakan keperempuaannya
: sebagai ibu atas benih lelaki sehidup semati
muncrat keringat campur darah hebat di ketegangan urat
tangis menyengat penat; ini saat yang tepat, saya yang dinanti
“anakku telah kembali!”
suci bayi suci, o, pengemban imajinasi. Itu aku
mereguk cinta bunda dari perempuan bermata permata
astaga, bayi itu tak lagi jadi bayi
“jangan pernah pergi lagi !”

1987- kelahiran bidadari bunga-
o, belahan jiwa bunda. Di mata itu ada prasasti semesta jiwa
segala penjuru adalah padanya. O, belahan jiwa bunda
bidadari bunga menari di galau hati. Ingin dicinta dan mencinta
“jangan pergi, tetap di sisi”
bidadari bunga merasa degup hidup meletup. Nyaris lupa pada isak
serak seorang bunda saat beranak.
Hai ingatlah!
di situ ada rintih sakit seorang perempuan yang
telah menyempurnakan keperempuanannya.
“kembalilah menyemai benih cinta bersamaku
agar tumbuh menjadi bunga di sepanjang hidupku”

1994-kelahiran pamungkas-
senyap malam membungkus kemukus, wahai penina-bobo malam
sudah hampir pagi. Di tengah rasa sakit yang tak bisa ditawar lagi
lelaki sehidup semati datang torehkan arti
o, bibir pagi yang jadi saksi pasti
d itu ada rintih sakit seorang perempuan yang
telah menyempurnakan keperempuanannya. Ibu semesta jiwaku
Allahu Akbar...Allahu Akbar...Allahu Akbar...
kumandang tewrang adalah senandung cinta perempun bernama bunda
“ini cinta adalah nyawa dari ikatan kita
jadilah matahari yang terbit di mula hari!”

bunda, kami ingin selalu di sisimu

14/12/05


Sihar Ramses
(Jakarta)

Kabut Duka Mawar

engkaukah mawar yang mengandung duka
melepas kenangan aek sibundong
dan lembah penatapan
hingga tiada lagi sisa

sebab bagimu cerita masa lampau
adalah pelangi yang telah busuk jadi warna kelabu
tak ada lagi kau sisakan
tanah toba
pada padang-padang hatimu

pergi menjauh
serupa mawar yang percaya
akan ada yang dibawa kumbang negeri asing
tentang keelokan tanah-tanah baru

mengembara
mengembara
serupa penjelajah tak kenal wajah aslinya.

(adakah itu akan memuaskan seluruh
dahagamu.)

atau sungguh masa lalu
adalah duka tersendiri
menyayat-nyayat hati
serupa belati…


Sindu Putra
(Mataram)

Terracota Garam
: Devian Branitasandhini dan Ravikan Varapanna

ini babad manusia garam, menatah nama di air : dengarkanlah !
cakup tanganku, aku singa bersayap masuki hutan lambang
aku tanam air api tanah kayu dan logam mulia
lubdaka berburu dan diburu di hutan ini
rama pun singgah dan membangun kemah
sepanjang pencariannya menemukan sita
arjuna bahkan bertapa dan memanah babi hutan
sebelum menerima senjata rahasia dan kitab suci
suaka gunung pasir ini : tanpa pintu. tanpa atap. aku membungkuk
diam. untuk memasuki kesenyapannya. bertani
melompat ke dalam api. seseorang yang mengembara 4 yuga
--- yang menanggung semua penyakit . bertopeng
karena tidak ada yang dapat diajaknya bicara---
berkisah lelaki yang hendak menikahi ibunya
aku menjadi ikan selama tahun tak dikenal. menyusup kabut asap
sampai bayanganku ditangkap. dibalut rumput, ditanam
di tanah berpagar. aku tak bisa sembunyi dari padang penangkaran ini
aku diringkus. beringsut, berkelit jejak dan suaraku menghujam
sawah seluas telapak tangan. dan oleh gigir aura auratku,
seekor kuda menggigil. seekor kuda bermata kunang-kunang.
melubangi setiap tanaman sawah dengan sebelas taring sayapnya
bau mulut daki lengan peluh paha hingga garis telapak kakinya
mempesingkan aku. hanya tubuh berasap. melepas
sisik tikus berwarna : mengarung tumbuh disetiap tempat upacara
tersentuh cahaya dingin sepanjang jalan lahar. suara seekor kera
menunjuk ketiga mata air. jangan pejamkan. bayangkan
mata lele itu seolah bulan sabit dari tempat matahari terbit
aku butuh seekior anjing, unruk menyeberangi kegaduhan ini
tanganku mengupas batu-batu. meniupkan wangi bunga
ke lubang hitamnya. terjaringlah bidadari-bidadari kayu
raksasa-raksasa padas : banal banal kalap
aku menyelinap ke lubang cacing perut penyu batu
waktu tersobek
hutan perlahan asam. tinggallah seorang pendoa
mengucapkan pengakuan dosa
menggoreskan nama sandi dengan asin empedu pada selapaut dara
tuhan ! tempat sucimu terbakar doa amarahku
aku legam. lebam. seragam boneka garam

Tidak ada komentar: