Rabu, 31 Maret 2010

Edisi 21

Muhammad Tajuddin
(Majalengka)

Namaku Air

Namaku air. Aku mengalir dalam tubuh sungai
Mengarak rohku dari hulu firman-Mu menuju
Laut. Aku memasuki tulang badai. Aku berguncang bersama
Ikan-ikan yang lapar. Merindu. Menari-nari hingga gila
Aku muntah dan berputar mengelilingi lukisan kosong
Namaku tetap air. Betapa dalam cahaya matahari. Lalu
Aku menjelajah menapak langit. Tubuhku disapa angin
Lebur mengikuti musim. Bermanja-manja dalam cuaca. Aku
Menunggal dalam udara. Berjalan bersama arakan awan
Aku letih. Menjelma mendung. Aku akan kembali ke kelahiran
Abadi. Maka namaku kini hujan. Aku berjalan. Aku air
Yang kekal dalam tubuh pohon. Aku tidur di akar-akar
Aku juga menjelma bunga


Muhary Wahyu Nurba
(Makassar)

Jalan Pulang

“semuanya, semuanya telah kuberi
dan kini harus beranjak pergi.”

untukku janganlah kau terlalu sedih
semasa bersamamu, di musim-musim yang lalu
bukankah kau telah mengajariku kegembiraan puisi
dan membiarkanku menghirup aroma tubuhmu

matahari bangkit menyepuh wajah-wajah pilu
mataku berpijar menyusuri cahaya langit yang terang
sehabis hujan, selepas angin yang biru
di antara harum tarian bunga rumputan

gelisahku pun menjelma bagai sayap kupu-kupu merah
pada senja yang basah rinduku kian bertambah
waktu kusadari tak sepenuhnya bisa kukuasai diriku
kata-kataku bersilangan dan menampakkan kekanakanku

sayang, bantulah aku menemukan jalan pulang
agar aku segera menyisih dari percakapan riuh duniawi
seperti halnya cintaku padamu, telah kurencanakan
sejak mula aku memetik mawar matamu yang sunyi

tubuh-tubuh yang lelah berkilauan di angkasa
berputar-putar dan bernyanyi tanpa suara
sayang, bantulah aku menafsir hakekat ketiadaan
sebagaimana kehidupan dan kematian erat berdampingan

Makassar, 2005


NF. Muhaiminati
(Kebumen)

Kartini #3

Banyak kartini di kampung ini
umumnya mereka bertubuh gembrot
dengan daster kedodoran tanpa lengan
muka berminyak dan bulu ketek bersembulan
duduk berurutan mencari kutu rambut
sambil bercerita pertengkaran tetangga

tapi ada juga yang duduk melongo dalam warungnya
atau mencuci piring dalam keranjang sampah penuh lalat
umumnya mereka punya betis besar
berwarna gelap berhias varises dan luka bekas garukan

dan anak-anak mereka yang masih balita
bermain dengan ingus melewati bibir sambil sesekali
menggaruk benjolan di kaki
hingga lelehan nanah berganti lelehan darah

kartini tak melihatnya

Papringan, Mei 200

Novieta Dura
(Sleman)

Tepung Tawar

Pada seseorang seorang belian menghampiri
Bersembunyi di balik kelukaan segala sakit penyakit
Seperti hari ini seseorang mampir sehari pada takdir
Bukan lagi pada belian melainkan pada belian-belian

Seseorang selalu meneriakkan abaaba
Tentang rohmati yang tak lagi bernadi
Tetapi
sisasisa sakit selalu menyentuh melalui jampi dan tulahtulah

30 Nov ‘05

Tidak ada komentar: