Rabu, 31 Maret 2010

Edisi 10

Eza Thabri Husano
(Banjarbaru)

Tasbih Perahu

kubangun rindu pada lembah sunyi, tanah-tanah gelisah
dijebakan liukan sungai mengalirkan riak tasbih perahu
dalam tubuhku melahirkan isakan muara mengekalkan
ajal manusia
bunga petaka yang liar telah kujadikan nisan di antara
orang-orang yang gagal memanjatkan duka
siapapun berkabung, usia tetap bergegas seperti kupu-kupu
meninggalkan kepompong di serumpun bunga
menulis tangis dan darah pada lembaran runtuhan sejarah
tanah air kitakah di sini batu zamrud kehilangan kebijaksanaan
atau yakut kuning ditinggalkan kesetiaan ?
o dimana aku ? tanya tumpukan kegelisahan itu
orang-orang pun berduyun sepanjang jalan sambil menyapu
kenangan dan kesunyian yang melepuh
itulah manusia hari ini bercermin menikmati kegelisahan itu
menjadi orang paling tulus berabad-abad yang hilang

dunia lunglai sehabis senggama dengan matahari
gelombang peluh meneteskan detik-detik menjadi hari
tanahku tenggelam dalam desau sperma, sudah kau tangisi
sepanjang hari ?
bumi mencair waktu membeku dalam tidur penghabisan
o tanah air, tanah airmata !
wajah kita terbelah rata dalam cermin merindukan cahaya
robek di lembaran sejarah dilipat-lipat dijadikan perahu.

Banjarbaru (2003)


Fina Sato
(Subang-Jabar)

Kuserahkan Tubuhku Pada Kesunyian

dan bila jalanan, lampu-lampu kota
berteriak lagi, yang tersisa kemudian hanyalah serpihan luka
di ujung bibir yang menggigir

tiada suara yang mengeruh sunyi
tak lagi jawab memecahkan gendang sunyi tubuh
yang terperangkap terali

malam ini di dingin tubuhmu yang berbalut kesunyian
kuserahkan tubuhku pada tanya
(tubuhku dan tubuhmu)
sebagian nisan yang berlumut hitam
dalam permainan tuhan

terus bisu
tak selalu sisakan perih mengadu
lalu tersenyum dalam dekapan
pelan kelam

(dan tubuh kita)
masih bermain pada tanya

bumi singgah,2004


Fitriyani
(Murung Pudak - Kalsel)

Bagaimanapun Aku Tak Ingin Selingkuh

Andai ada yang bertanya
Siapa yang paling miskin di kampung ini
Akulah jawabnya
Yang tak tahu rasa roti, pizza, dan kentucky
Yang lidahnya akrab tahu tempe dan asinnya ikan teri
Miskin aku
tapi aku masih setia

Andai ada yang bertanya
Siapa yang paling jelek di kampung ini
Akulah orangnya
Kulit hitam tulang terbungkus
Berbadan kurus tiada terurus
Jelek aku
Tapi aku tetap setia

Andai ada yang bertanya
Siapa yang paling udik di kampung ini
Aku juga orangnya
Yang tak pernah melihat wajah kota
Yang tak pernah masuk plaza dan menginjak lantai dansa
Udik aku
Tapi aku tetap setia

Sayang, tanya itu berharga fana
Kalian pasti tak pernah tahu
Karena kalian tak pernah bertanya
Siapa yang paling kaya, paling gagah, dan paling modern di kampung ini

Pasti aku orangnya
Jawabku pasti membuat kalian semakin bertanya-tanya

Aku memang miskin tapi aku kaya di mata kekasihku
Aku paling jelek tapi aku tampak gagah dalam pandangan kekasihku
Kata kekasihku, aku sangat modern karena gayaku,gaulku, rayuku, dan cumbuku
Asli barang import dari negeri nurani
Bangga kekasihku karena setiaku
Dan aku pun tak ingin selingkuh dari-Nya

Murung Pudak, 29 April 2006


Gunawan Triatmodjo
(Pekanbaru-Riau)

Ritus Kesunyian

lelaki itu pergi menunggang angin
ketika warna langit gelap belum lengkap
dan perempuan di dalam rumah
memahami peristiwa itu sebatas lanskap

hanya tersisa perih di ranjang putih
sebuah dosa yang menggeliat mencari bentuknya
dan patahan-patahan rel kereta
yang tak akan mengarak rencana sampai tujuan

dentang kesekian
perempuan itu beranjak mencari sapu tangan
yang telah lapuk terjemur di dalam hujan

ketika ia seka air mata yang setajam kaca
parit-parit kecil bermunculan di telapak tangan
seakan menagih peluh seusai persetubuhan

di luar
gerimis kecil turun
rinai yang teramat lembut
untuk meliriskan sebuah prosesi kehilangan

gaung kereta telah senyap di telinga
tak ada bayangan wajahnya di jendela
tak ada lagi yang mengetuk pintu untuk bertamu

semua kembali seperti semula
ditinggalkan dan kesepian
seperti yang lalu-lalu
perempuan itu melewati semuanya
dengan membaca buku

Solo, 2005

Tidak ada komentar: